Bandung, - Salah satu upaya Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Kota Bandung untuk meningkatkan performa manajemen dan pelayanan adalah dengan menaikkan kelas rumah sakit dari C menjadi B. Upaya panjang tersebut kemudian terwujud pada 7 Desember 2017 melalui surat yang dikeluarkan oleh Dinas Perizinan Satu Atap Provinsi Jawa Barat.
Kendati begitu menurut Direktur RSUD Kota Bandung, Exsenvenny Lalopua, pelayanan kelas B belum bisa diimplementasikan sepenuhnya karena harus mendapat persetujuan dari BPJS Kesehatan. Berdasarkan regulasi, BPJS harus melakukan visitasi dan verifikasi terhadap layanan rumah sakit.
"Pasien yang dilayani di RSUD Kota Bandung ini 85% adalah peserta BPJS. Maka kita belum bisa memberikan layanan kelas B ini jika belum mendapat verifikasi dari BPJS. Sementara itu, Perjanjian Kerja Sama (PKS) kita dengan BPJS tidak bisa langsung diubah. Kita baru selesai adendum bulan April ini," jelas wanita yang karib disapa Venny kepada Humas Kota Bandung, Senin (16/4/2018).
Kabar baiknya, lanjut Venny, layanan kelas B itu sudah bisa diberlakukan kepada pasien mulai bulan April 2018. Dengan begitu, rumah sakit sudah bisa melayani pasien-pasien BPJS Kesehatan kelas B dengan besaran tarif 10-20% lebih tinggi daripada kelas C.
"Pasien-pasien kelas C tetap terlayani. Tetapi dengan kelas B ini, ada lebih banyak layanan yang bisa dilakukan kepada pasien. Fasilitas-fasilitas kami seperti CT-Scan, Magnetic Resonance Imaging (MRI) dan lain-lain sudah bisa kita layani dengan BPJS, kita juga tidak perlu memberikan rujukan ke rumah sakit kelas B kepada pasien, sudah bisa kita layani sendiri," katanya.
Dengan jumlah layanan yang lebih banyak, maka Venny berharap, bisa mengeskalasi pendapatan rumah sakit untuk pelayanan yang lebih baik. Pendapatan itu akan digunakannya untuk meningkatkan kualitas alat kesehatan, membayar gaji para tenaga kesehatan, dan peningkatan kapasitas pegawai.
"Karena rumah sakit itu orientasinya memang bukan profit. Kami tidak mencari keuntungan. Semua pendapatan yang kita peroleh akan kita kembalikan dalam bentuk peningkatan mutu layanan," tegas Venny.
Salah satu yang menjadi sorotan publik adalah gaji para tenaga kesehatan yang besarannya ditentukan oleh kemampuan rumah sakit. Saat ini, RSUD yang berada di kawasan Ujungberung ini memiliki 479 pegawai Badan Layanan Umum Daerah (BLUD) Non-PNS yang gajinya serta jasa pelayanannya dibayar dari pendapatan rumah sakit.
"Hal itu sangat kita perhatikan pula. Oleh karena itu sejak lama kami mengajukan agar rumah sakit ini dinaikkan menjadi kelas B salah satunya untuk itu, agar kita bisa memenuhi segala kebutuhan operasional rumah sakit. Tapi segalanya butuh proses, kami sedang berusaha," tuturnya.
Demikian pula halnya dengan premi BPJS Ketenagakerjaan yang juga menjadi aspirasi para tenaga kesehatan kepada manajemen rumah sakit. Venny menjelaskan, pihaknya sedang mengkaji tentang pemenuhan permintaan karyawannya itu.
"Kita sedang berhitung dulu dengan kondisi saat ini," ujarnya.
Namun ia optimis, kondisi ini akan segera membaik setelah operasional rumah sakit kelas B bisa diberlakukan. Jika bulan ini bisa efektif, maka BPJS bisa membayarkan klaim layanannya pada Juni 2018 setelah melalui serangkaian proses verifikasi.
"Tapi yang terpenting tiga pilar rumah sakit, yaitu pelayanan, pendidikan, dan penelitian itu tidak terganggu. Kami tetap berusaha mengoptimalkan semuanya," ucapnya. (red)
Kendati begitu menurut Direktur RSUD Kota Bandung, Exsenvenny Lalopua, pelayanan kelas B belum bisa diimplementasikan sepenuhnya karena harus mendapat persetujuan dari BPJS Kesehatan. Berdasarkan regulasi, BPJS harus melakukan visitasi dan verifikasi terhadap layanan rumah sakit.
"Pasien yang dilayani di RSUD Kota Bandung ini 85% adalah peserta BPJS. Maka kita belum bisa memberikan layanan kelas B ini jika belum mendapat verifikasi dari BPJS. Sementara itu, Perjanjian Kerja Sama (PKS) kita dengan BPJS tidak bisa langsung diubah. Kita baru selesai adendum bulan April ini," jelas wanita yang karib disapa Venny kepada Humas Kota Bandung, Senin (16/4/2018).
Kabar baiknya, lanjut Venny, layanan kelas B itu sudah bisa diberlakukan kepada pasien mulai bulan April 2018. Dengan begitu, rumah sakit sudah bisa melayani pasien-pasien BPJS Kesehatan kelas B dengan besaran tarif 10-20% lebih tinggi daripada kelas C.
"Pasien-pasien kelas C tetap terlayani. Tetapi dengan kelas B ini, ada lebih banyak layanan yang bisa dilakukan kepada pasien. Fasilitas-fasilitas kami seperti CT-Scan, Magnetic Resonance Imaging (MRI) dan lain-lain sudah bisa kita layani dengan BPJS, kita juga tidak perlu memberikan rujukan ke rumah sakit kelas B kepada pasien, sudah bisa kita layani sendiri," katanya.
Dengan jumlah layanan yang lebih banyak, maka Venny berharap, bisa mengeskalasi pendapatan rumah sakit untuk pelayanan yang lebih baik. Pendapatan itu akan digunakannya untuk meningkatkan kualitas alat kesehatan, membayar gaji para tenaga kesehatan, dan peningkatan kapasitas pegawai.
"Karena rumah sakit itu orientasinya memang bukan profit. Kami tidak mencari keuntungan. Semua pendapatan yang kita peroleh akan kita kembalikan dalam bentuk peningkatan mutu layanan," tegas Venny.
Salah satu yang menjadi sorotan publik adalah gaji para tenaga kesehatan yang besarannya ditentukan oleh kemampuan rumah sakit. Saat ini, RSUD yang berada di kawasan Ujungberung ini memiliki 479 pegawai Badan Layanan Umum Daerah (BLUD) Non-PNS yang gajinya serta jasa pelayanannya dibayar dari pendapatan rumah sakit.
"Hal itu sangat kita perhatikan pula. Oleh karena itu sejak lama kami mengajukan agar rumah sakit ini dinaikkan menjadi kelas B salah satunya untuk itu, agar kita bisa memenuhi segala kebutuhan operasional rumah sakit. Tapi segalanya butuh proses, kami sedang berusaha," tuturnya.
Demikian pula halnya dengan premi BPJS Ketenagakerjaan yang juga menjadi aspirasi para tenaga kesehatan kepada manajemen rumah sakit. Venny menjelaskan, pihaknya sedang mengkaji tentang pemenuhan permintaan karyawannya itu.
"Kita sedang berhitung dulu dengan kondisi saat ini," ujarnya.
Namun ia optimis, kondisi ini akan segera membaik setelah operasional rumah sakit kelas B bisa diberlakukan. Jika bulan ini bisa efektif, maka BPJS bisa membayarkan klaim layanannya pada Juni 2018 setelah melalui serangkaian proses verifikasi.
"Tapi yang terpenting tiga pilar rumah sakit, yaitu pelayanan, pendidikan, dan penelitian itu tidak terganggu. Kami tetap berusaha mengoptimalkan semuanya," ucapnya. (red)