Bandung, - Pemerintah Kota Bandung mengapresiasi langkah Universitas Padjadjaran (Unpad) yang menginisasi acara Zentrum Fur Marine Tropenforchung (ZMT) Asian Regional Meeting di Kota Bandung. Acara tersebut dibuka langsung oleh Penjabat Sementara (Pjs) Wali Kota Bandung, Muhamad Solihin di Pendopo Kota Bandung, Senin (23/4/2018).
Acara yang merupakan pertemuan para pakar di bidang kelautan itu menghadirkan 45 peserta dari 15 negara di Asia Pasifik. Mereka akan duduk bersama membahas tentang persoalan kelautan dan perikanan di dunia saat ini.
Dekan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Padjadjaran, Yudi Nurul Ihsan menuturkan, ada tiga isu yang akan diangkat pada konferensi yang akan diselegngarakan hingga 27 April ini, yaitu lingkungan, keanekaragaman hayati, dan kesejahteraan masyarakat. Ketiga hal tersebut dipandang sebagai isu-isu utama permasalahan kelautan dunia hari ini.
"Kita angkat isu lingkungan terkait dengan pencemaran. Indonesia menjadi negara penyumbang sampah plastik terbesar kedua di dunia setelah Tiongkok. Itu jadi tantangan buat kita," tutur Yudi.
Selain karena pencemaran karena sampah plastik, kerusakan lingkungan akibat eksploitasi sumber daya laut yang berlebihan juga menjadi persoalan. Menurut Yudi, hal tersebut mengganggu ekosistem perikanan.
Salah satu yang menjadi perhatian adalah keanekaragaman hayati di lautan dunia. Yudi membeberkan bahwa isu tersebut juga menghadapi ancaman kerusakan karena ekosistem yang berubah akibat ulah manusia. Indonesia merupakan jantung dunia. Oleh karena itu, Indonesia punya andil besar dalam upaya penyelamatan satwa-satwa laut di bumi.
"Ancaman terbesar kita sekarang adalah perdagangan spesies yang tidak terkendali, di samping juga pencemaran. Itu ulah manusia. Maka kita angkat isu yang ketiga adalah kesejahteraan masyarakat," tutur Yudi.
Menurutnya, kesejahteraan menjadi salah satu faktor yang berpengaruh pada penyelamatan lingkungan. Ia berpandangan bahwa jika masyarakat lebih sejahtera, kerusakan lingkungan bisa dikurangi.
"Kalau masyarakat miskin, lingkungan akan rusak. Makanya bagaimana lingkungan tetap berkelanjutan kemudian masyarakat juga kesejahteraannya bisa diperbaiki. Kalau misalnya kesejahteraan baik mudah-mudahan lingkungannya tidak rusak," imbuhnya.
Ia mengakui bahwa keberpihakan masyarakat di negara-negara berkembang di Asia Pasifik masih kurang. Kebanyakan masih menganggap bahwa laut merupakan tempat sampah raksasa di mana setiap limbah dibuang ke laut.
"Karena di negara berkembang masyarakat memanfaatkan ekosistem laut tidak terkendali. Mangrove ditebang sehingga terjadi degradasi ekosistem di laut. Itu yang akan kita selesaikan," tegasnya.
Komitmen Unpad untuk menjadi tuan rumah acara ini membuat Solihin bangga pada almamaternya itu. Menurutnya, kegiatan yang digelar pertama kali di Asia ini merupakan wujud partisipasi aktif dalam upaya mewujudkan Indonesia sebagai poros maritim dunia. Terlebih lagi, hal itu sejalan dengan semangat Konferensi Asia Afrika yang mengharuskan Indonesia menjadi penghubung negara-negara di dunia untuk bersatu dalam memperjuangkan kebaikan.
"Upaya Unpad dan ZMT Jerman dalam menginisiasi kolaborasi di Negara-negara tropis untuk memberikan kontribusi terhadap perlindungan dan pemanfaatan berkelanjuan ekosistem pesisir patut kita apresiasi dan kita dukung penuh. Bagaimanapun juga, upaya ini memberikan dukungan positif bagi pemanfaatan ekosistem pesisir yang bisa menjadi sumber pangan, energy, sekaligus pendapatan masyarakat," ucap Solihin.
Acara yang merupakan pertemuan para pakar di bidang kelautan itu menghadirkan 45 peserta dari 15 negara di Asia Pasifik. Mereka akan duduk bersama membahas tentang persoalan kelautan dan perikanan di dunia saat ini.
Dekan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Padjadjaran, Yudi Nurul Ihsan menuturkan, ada tiga isu yang akan diangkat pada konferensi yang akan diselegngarakan hingga 27 April ini, yaitu lingkungan, keanekaragaman hayati, dan kesejahteraan masyarakat. Ketiga hal tersebut dipandang sebagai isu-isu utama permasalahan kelautan dunia hari ini.
"Kita angkat isu lingkungan terkait dengan pencemaran. Indonesia menjadi negara penyumbang sampah plastik terbesar kedua di dunia setelah Tiongkok. Itu jadi tantangan buat kita," tutur Yudi.
Selain karena pencemaran karena sampah plastik, kerusakan lingkungan akibat eksploitasi sumber daya laut yang berlebihan juga menjadi persoalan. Menurut Yudi, hal tersebut mengganggu ekosistem perikanan.
Salah satu yang menjadi perhatian adalah keanekaragaman hayati di lautan dunia. Yudi membeberkan bahwa isu tersebut juga menghadapi ancaman kerusakan karena ekosistem yang berubah akibat ulah manusia. Indonesia merupakan jantung dunia. Oleh karena itu, Indonesia punya andil besar dalam upaya penyelamatan satwa-satwa laut di bumi.
"Ancaman terbesar kita sekarang adalah perdagangan spesies yang tidak terkendali, di samping juga pencemaran. Itu ulah manusia. Maka kita angkat isu yang ketiga adalah kesejahteraan masyarakat," tutur Yudi.
Menurutnya, kesejahteraan menjadi salah satu faktor yang berpengaruh pada penyelamatan lingkungan. Ia berpandangan bahwa jika masyarakat lebih sejahtera, kerusakan lingkungan bisa dikurangi.
"Kalau masyarakat miskin, lingkungan akan rusak. Makanya bagaimana lingkungan tetap berkelanjutan kemudian masyarakat juga kesejahteraannya bisa diperbaiki. Kalau misalnya kesejahteraan baik mudah-mudahan lingkungannya tidak rusak," imbuhnya.
Ia mengakui bahwa keberpihakan masyarakat di negara-negara berkembang di Asia Pasifik masih kurang. Kebanyakan masih menganggap bahwa laut merupakan tempat sampah raksasa di mana setiap limbah dibuang ke laut.
"Karena di negara berkembang masyarakat memanfaatkan ekosistem laut tidak terkendali. Mangrove ditebang sehingga terjadi degradasi ekosistem di laut. Itu yang akan kita selesaikan," tegasnya.
Komitmen Unpad untuk menjadi tuan rumah acara ini membuat Solihin bangga pada almamaternya itu. Menurutnya, kegiatan yang digelar pertama kali di Asia ini merupakan wujud partisipasi aktif dalam upaya mewujudkan Indonesia sebagai poros maritim dunia. Terlebih lagi, hal itu sejalan dengan semangat Konferensi Asia Afrika yang mengharuskan Indonesia menjadi penghubung negara-negara di dunia untuk bersatu dalam memperjuangkan kebaikan.
"Upaya Unpad dan ZMT Jerman dalam menginisiasi kolaborasi di Negara-negara tropis untuk memberikan kontribusi terhadap perlindungan dan pemanfaatan berkelanjuan ekosistem pesisir patut kita apresiasi dan kita dukung penuh. Bagaimanapun juga, upaya ini memberikan dukungan positif bagi pemanfaatan ekosistem pesisir yang bisa menjadi sumber pangan, energy, sekaligus pendapatan masyarakat," ucap Solihin.