BANDUNG, - Bandung adalah kota yang memiliki banyak koleksi bangunan bertema art deco. Bangunan-bangunan tersebut dibangun pada masa kolonial Belanda. Sebut saja Gedung Merdeka, Gedung Isola, Kantor Bank Indonesia Jawa Barat, dan masih banyak lagi.
Wali Kota Bandung M. Ridwan Kamil menjelaskan, ada 418 bangunan bersejarah yang dilindungi di bawah peraturan daerah Kota Bandung. Jumlah tersebut meningkat dari sebelumnya yang hanya berjumlah 99 unit.
Hampir seluruh bangunan bertema art deco di Bandung dibangun pada masa kolonial Belanda. Meskipun begitu, ada beberapa bangunan baru yang desain arsitekturnya bertema art deco.
"Bangunan-bangunan baru yang ada di pusat kota, saya suruh desainnya bertema art deco. Tujuannya untuk menambah koleksi art deco sekaligus memperkuat identitas Kota Bandung," tutur Ridwan saat menjawab pertanyaan jurnalis senior Desi Anwar dalam sebuah wawancara di Jalan Asia Afrika, Senin (23/10/2017).
Bagi Ridwan, identitas sebuah kota itu penting untuk memberikan jiwa pada kota itu. "Sebaik-baik masyarakat adalah yang memiliki identitas," katanya. "Bangunan adalah eksistensi budaya," tambahnya.
Oleh karena itu, ia merancang khusus desain di pusat kota mengikuti identitas asalnya, yakni art deco.
"Dulu ada hotel di Braga dengan bangunan yang modern, banyak kacanya. Saya minta desainnya diganti dengan art deco, menyamai bangunan di sekitarnya," tuturnya.
Guna melindungi gagasan tersebut, Ridwan menuangkannya dalam sebuah inovasi regulasi. Ia juga membentuk tim Cagar Budaya yang terdiri dari 6-9 orang. Mereka berasal dari berbagai disiplin ilmu yabg bertugas untuk memfilter dan memberikan rekomendasi desain bangunan yang ada di Kota Bandung.
"Tim ini memastikan bangunan-bangunan bersejarah itu terproteksi. Kalau ada bangunan baru harus lulus dulu dari tim Cagar Budaya ini," jelasnya.
Sebagai seorang arsitek, Ridwan mengaku bangga bisa menjadi Wali Kota Bandung yang memiliki kekhasan pada desain arsitektur bangunannya.
"Tidak banyak kota di Indonesia yang memiliki karakter seperti ini, yang juga dirancang walkable (ramah pejalan kaki)," terang pria lulusan jurusan arsitektur Institut Teknologi Bandung itu.
Ia juga memaparkan bahwa sebetulnya di Bandung tidak hanya ada bangunan art deco. Ada banyak macam gaya arsitektur yang lain, seperti vernacular yang lebih bersifat tradisional.
"Ada juga yang gabungan, bawahnya bangunan kolonial, atapnya tradisional, seperti Gedung Sate. Atau Neo-klasik yang banyak pilarnya, seperti Gedung Pakuan atau Kantor Polrestabes Bandung," paparnya.
Ia menambahkan, seni art deco tidak hanya berlaku bagi bangunan, tetapi juga seni lainnya, seperti lukisan. "Puncaknya memang di bangunan," imbuhnya.
Art deco merepresentasikan seni baru yang, bagi Ridwan, punya cara tersendiri untuk berkomunikasi. Desainnya seolah memberikan kehangatan, kenyamanan, dan ruang untuk berkontemplasi.
"Sebab seni pada dasarnya adalah wujud atau hasil dari sebuah kontemplasi," ujarnya.
Kini, yang menjadi tantangan bagi Ridwan adalah bagaimana mengedukasi masyarakat agar menjaga warisan ini tidak melulu urusan pemerintah. Masyarakat juga memiliki tanggung jawab untuk merawat kota yang mereka tinggali.
"Your city is your responsibility," tandasnya.