Bandung, - Radikalisme dan sikap intoleran merupakan salah satu cikal bakal konflik sosial dan terorisme yang mengancam sendi-sendi kehidupan berbangsa dan bernegara.
Sejarawan UPI Prayoga Bestari mengungkapkan, paham yang semula hanya mempengaruhi kalangan masyarakat marjinal, kini terindikasi menjalar kalangan intelektual.
"Akhir-akhir ini, isu sara seolah dimanfaatkan pihak-pihak tertentu untuk memecah belah persatuan dan kesatuan bangsa. Kita harus waspada dengan fenomena ini, bukan tidak mungkin, ini ada faktor kepentingan politik, perbedaan dijadikan komunitas politik. Banyak orang yang menari diatas wilayah yang membahayakan. SARA menjadi komoditas politik demi kepentingan pribadi dan kelompok, ini yang harus diwaspadai," jelas Dr. Prayoga Bestari SP.d, MS.i saat diskusi publik bertema Harmonisasi bangsa dalam kebhinnekaan di Fisip Unpad, Bukit Dago Bandung Kamis (15/12).
Dia mencontohkan saat pemilu di Amerika. "Sebut saja donuld trump, presiden terpilih USA. Dia anti Islam, dan menurut kultur mereka sendiri wilayah itu (Sara.red) berbahaya. Ketika diumumkan jadi presiden, situs donuld trump yang didalamnya berisi suara-suara kebencian terhadap islam sudah tidak ada, sudah didelete. Artinya suara yang benci islam dimanfaatkan, hanya untuk komoditas," tambah Prayoga.
Dia meminta kalangan akademisi, tidak menambah masalah seperti bijak menggunakan media sosial. "Kita wajib mempertahankan nkri dengan cara bersyiar, bukan perbedaan yang ditonjolkan, namun kesamaan yang kita kedepankan. Mari kita berkiprah melalui jalan masing-masing. Real nya, tidak membuat status aneh di medsos, what's up dan lain lain," ujar alumni S3 ini lagi seraya mengingatkan bagaimana Singapura dulu melalui Lee Kwan Yu, memanfaatkan simbol-simbol islam, seoalah merangkul, setelah berhasil lalu di tinggalkan. Sehingga penduduk asli Melayu saat ini tersisihkan.
Sementara Riky Renaldy, pengamat sosial politik mengungkapkan, permasalahan bangsa saat ini diantaranya masalah agama. Menurutnya, permasalahan agama tidak hanya saat ini saja, namun sudah lama. Namun arena bentengnya kuat dan kokoh, tidak sampai terjadi gesekan gesekan yang kuat.
"Sekarang begini, demo tidak akan terjadi selama masyarakat percaya sama pemerintah. Lha, sekarang coba kita lihat, unsur curiga mencurigai sangat tinggi, dan memang itu beralasan. Lihat saja kasus Ahok, sebelum Ahok, dulu Gubernurnya bapak Jokowi, sekarang beliau sebegai Presiden, dan masyarakat melihat ada unsur kedekatan antara Ahok dan Jokowi karena dulu sebagai Gubernur dan Wakil Gubernur," tambahnya.
Sebagai pemuda, tambahnya, sebaiknya kita harus membantu pemerintah, dengan berbagai kegiatan positif, salah satunya dengan menulis.
"Menulis karya ilmiah, kajian, jangan malah merecoki, dengan mengupload ada menshare berita-berita atau gambar-gambar yang semakin menghancurkan bangsa kita sendiri," pungkasnya.
Seminar dan diskusi itu diikuti puluhan mahasiswa dari berbagai kampus seperti Unpad, Unjani, dan universtias lainnya.