TANGERANG - Ketua Badan Sosialisasi Empat Pilar Kebangsaan
MPR, Ahmad Basarah, mengatakan, Indonesia saat ini tengah menjadi obyek
dalam praktik perang modern, yakni perang yang tidak dapat dikenali
secara kasat mata namun dampaknya terasa.
"Salah satu modusnya dengan membentuk tata nilai dunia yang bersifat universal atau transnasional namun berbasis paham individualisme dan liberalisme," kata Basarah, di hadapan peserta Sosialisasi Empat Pilar MPR dengan Metode Pendidikan Kebangsaan/Bela Negara dari anggota resimen mahasiswa dari 19 perguruan tinggi DKI Jakarta, di Tangerang, Banten, Jumat.
Ideologi transnasional lain yang turut ambil bagian dalam perang modern tersebut adalah radikalisme berbasis agama.
"Kedua jenis ideologi transnasional itu sama-sama mempropagandakan nilai-nilai ideologinya lewat alat-alat teknologi komunikasi dan informasi," ujar Basarah.
Menurut Basarah salah satu praktik perang modern tersebut dimulai dari upaya penghapusan memori kolektif akan sejarah dan nilai-nilai luhur bangsa Indonesia.
Misalnya, propaganda menjelek-jelekkan nilai-nilai luhur warisan para pendiri bangsa bahkan propaganda yang menjelek-jelekkan para pemimpin bangsa Indonesia sendiri.
"Tujuannya agar generasi muda kita saat ini tidak lagi mewarisi nilai-nilai luhur bangsa, serta mengabaikan suri tauladan dari perjuangan para pahlawan bangsa," ujarnya.
Setelah keadaan itu terwujud, mereka kemudian akan menggantikannya dengan doktrin-doktrin ideologi mereka sendiri, yakni radikalisme agama dan neoliberalisme.
Oleh karena itu, Basarah mengatakan setiap elemen bangsa memiliki kewajiban untuk mengenali secara baik ancaman strategis yang dihadapi bangsa Indonesia.(*)
"Salah satu modusnya dengan membentuk tata nilai dunia yang bersifat universal atau transnasional namun berbasis paham individualisme dan liberalisme," kata Basarah, di hadapan peserta Sosialisasi Empat Pilar MPR dengan Metode Pendidikan Kebangsaan/Bela Negara dari anggota resimen mahasiswa dari 19 perguruan tinggi DKI Jakarta, di Tangerang, Banten, Jumat.
Ideologi transnasional lain yang turut ambil bagian dalam perang modern tersebut adalah radikalisme berbasis agama.
"Kedua jenis ideologi transnasional itu sama-sama mempropagandakan nilai-nilai ideologinya lewat alat-alat teknologi komunikasi dan informasi," ujar Basarah.
Menurut Basarah salah satu praktik perang modern tersebut dimulai dari upaya penghapusan memori kolektif akan sejarah dan nilai-nilai luhur bangsa Indonesia.
Misalnya, propaganda menjelek-jelekkan nilai-nilai luhur warisan para pendiri bangsa bahkan propaganda yang menjelek-jelekkan para pemimpin bangsa Indonesia sendiri.
"Tujuannya agar generasi muda kita saat ini tidak lagi mewarisi nilai-nilai luhur bangsa, serta mengabaikan suri tauladan dari perjuangan para pahlawan bangsa," ujarnya.
Setelah keadaan itu terwujud, mereka kemudian akan menggantikannya dengan doktrin-doktrin ideologi mereka sendiri, yakni radikalisme agama dan neoliberalisme.
Oleh karena itu, Basarah mengatakan setiap elemen bangsa memiliki kewajiban untuk mengenali secara baik ancaman strategis yang dihadapi bangsa Indonesia.(*)